Facebook

Ayo Beresin Jakarta

Twitter

@BeresinJakarta

Flickr

Flickr HidayatDidik

Youtube

Youtube PKS TV

RSS Feed

RSS Feed HidayatDidik

Home » , » Mengharap Keajaiban dari Kesederhanaan

Mengharap Keajaiban dari Kesederhanaan

Written By Admin on Selasa, 27 Maret 2012 | 18.47


Kesederhanaan menjadi lakon baru dalam panggung politik Indonesia. Sosok-sosok sederhana, dengan motivasi dakwah dan memperjuangkan bangsa menata langkah baru masa depan Indonesia.

Ramadhan tahun lalu (2003), sebuah acara reality show di satu stasiun televisi swasta mengirim timnya untuk melakukan survei awal. Acara dengan tajuk Grebeg Sahur itu mendatangi sebuah rumah yang akan akan dijadikan lokasi syuting di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur.

Grebeg Sahur adalah sebuah acara yang digelar khusus untuk mendatangi secara tiba-tiba alias menggrebeg rumah tokoh atau artis di waktu santap sahur. Tapi tampaknya, kali itu, tim survei awal yang diterjunkan oleh Grebeg Sahur harus mengurungkan niatnya dan gigit jari. Pasalnya, rumah tokoh yang akan mereka grebeg terlalu sempit untuk diserbu kru televisi. Apalagi rumah sang tokoh terletak di dalam gang sempit. Gang yang tak cukup dilalui mobil dengan peralatan penuh sebuah acara televisi dengan siaran langsung.

By the way, rumah sederhana di dalam gang sempit itu tak lain dan tak bukan adalah “istana” seorang tokoh bernama Hidayat Nur Wahid. Jika Ramadhan tahun lalu ia belum menduduki jabatan publik, tentu bukan hal yang istimewa jika ia hidup sederhana. Tapi kini, tepat setahun kemudian ia menduduki jabatan yang bukan sembarang. Ketua MPR RI yang terhormat. Jabatan prestesius dengan segala fasilitas mentereng, dari rumah jabatan yang megah, mobil mewah sampai pengawal pribadi. Berubahkah Hidayat Nur Wahid?

Ternyata tidak. Justru kesederhanaan pula yang ia jadikan senjata pertama kali menjalankan tugasnya sebagai Ketua MPR RI. Jatah mobil mewah, Volvo dengan harga ratusan juta yang dijatah untuknya ia tolak. Tak seharusnya wakil rakyat bergelimang kemewahan di atas penderitaan rakyat yang diwakilinya, begitu semangat Hidayat. Pro-kontra pun bermunculkan. Ada yang setuju, tapi tak kurang pula yang mencela dan menyebut Hidayat Nur Wahid cari sensani belaka. Tak kurang dari Ketua DPR RI sendiri, Agung Laksono mengeluarkan statemen yang agak miring atas gerakan moral yang dilakukan Hidayat Nur Wahid.

Tak berhenti sampai di sana. Gebrakan selanjutnya dilancarkan HNW, begitu biasa namanya disingkat. Sehari sebelum pelantikan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih, HNW mengimbau agar para anggota MPR tak menginap di hotel mewah berbintang lima. Walhasil, Sekretariat Jenderal MPR RI dan juga negara, bisa menghemat ratusan juta rupiah pada malam itu. Hidayat sendiri memilih menggelar sajadah sebagai alas tidur di atas kasur di ruangan kerja miliknya. Pagi hari, seluruh media massa memajang foto yang bersiap tidur di ruang kerja.

Sebetulnya, penolakan Volvo dan hotel mewah bukan yang pertama dari HNW. Tepat sehari setelah paket Hidayat Nur Wahid terpilih, HNW beserta istrinya, Kastian Indriyati berniat terbang ke Klaten, kampung halaman HNW. Hari itu, sang ibunda berniat menggelar syukuran atas terpilihnya HNW, putranya, sebagai pengemban amanah.

Mendengar rencana tersebut, Sekretariat MPR buru-buru berniat memesan tiket pesawat untuk HNW dan istri. Tapi dengan tegas, HNW menjelaskan bahwa rencananya terbang ke Klaten adalah urusan pribadi. Dan tak semestinya negara membiayai pengeluaran pribadinya. Lalu terbanglah HNW dengan kocek pribadi. Dan memang begitulah seharusnya.

Mengenai hal tersebut, sang istri, Kastian Indriyati yang ditemui SABILI di rumahnya, menerangkan perasaan suaminya pada hal-hal semacam itu. “Bapak itu merasa nggak enak. Pesawat VIP, pengawalan saat berangkat dan tiba di tujuan. Agak risih, apalagi kalau pengawalan rombongan harus menyingkirkan teman-temannya. Dan itu berarti bapak harus mendahului orang lain, itulah yang membuat perasaannya tidak enak,” ujar Kastian menggambarkan perasaan suaminya ketika sirene meraung-raung mengusir pengguna jalan yang lain.

Karena perasaan itu pula diam-diam HNW menego protokoler pengawalan dirinya. Dan berhasil. HNW meminta agar sirene mobil pengawal baru dibunyikan saat rombongan memasuki jalan tol. Selebihnya, apalagi di jalan kampung, HNW meminta sirine dimatikan.

Hidayat Nur Wahid memang dari sononya sudah sederhana. Baik karena kepribadiannya dan juga dari sudut pandang ibadah. Ia tak pernah punya keinginan macam-macam. Ia tak pernah suka makan daging, tak suka pula jas dan baju mewah. Ia lebih memilih batik dan baju koko. Hal yang paling ia sukai adalah sayur lodeh dan krupuk. Sapu tangan, kaos kaki dan baju dalamnya pun hanya seharga 5.000 rupiah. “Paling mentok harganya juga 20.000-an, itu pun saya mencari yang ada diskon,” ungkap Kastian.

Seingat istrinya, Hidayat memang tak pernah neko-neko. Bahkan setelah jabatan tinggi disandangnya. Ia masih tetap shalat berjamaah di masjid dekat rumah, masih tetap seperti kemarin sebelum ia menjadi penghulu negeri. “Satu-satunya keinginan yang agak aneh yang pernah saya dengar adalah, ia pernah bercita-cita jadi dokter.”

Hidayat Nur Wahid memang tengah mempersiapkan kepindahannya ke rumah dinas di kawasan Widya Chandra. Tapi selain itu, tak ada yang mengubah kesederhanaannya. Demi kelancaran tugasnya ia memang harus pindah. Tapi anak-anaknya lebih memilih untuk tinggal di rumah yang lama.

Ya, rumah sempit di gang sempit yang pernah menggagalkan niat acara Grebeg Sahur terselenggara. Rumah yang menyimpan banyak cerita, dan juga bisa jadi cerita tentang keajaiban. Saat HNW dipastikan menjadi ketua MPR, banyak pihak yang hendak menyampaikan ucapan selamat. “Waktu itu banyak orang yang mencari-cari rumah ini. Tapi ketika tahu, mereka langsung bengong-bengong. Bahkan beberapa utusan dari Malaysia, Jepang dan yang lainnya kaget-kaget. Ibu Moeryati Soedibyo sendiri akhirnya mengatakan, bahwa kesederhanaan tidak saja wacana buat bapak, tapi sudah menjadi kehidupan sehari-hari.”

Tak ada yang berbeda dari Hidayat Nur Wahid. Baginya kemewahan adalah mengkhawatirkan. Baginya tak ada yang mesti ia perjuangkan dalam konteks keduniaan. “Apalagi jabatan-jabatan. Hidup hanya untuk dakwah. Kalau kita memperjuangkan umat, insya Allah akan selalu diberi kemudahan,” ujar Kastian Indriyati penuh nada syukur.

Untuk umat, untuk rakyat, untuk bangsa, begitulah kesederhanaan yang dilakukan Hidayat Nur Wahid, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kini menjadi penghulu dari wakil rakyat yang terhormat. Wakil rakyat yang seharusnya satu rasa, satu cita dan teguh memperjuangan rakyat yang diwakilinya.

Tentang kesederhanaan, tak hanya HNW yang melakukannya. Seluruh anggota DPR dari fraksi PKS, 45 orang punya kesamaan sikap tentang fasilitas, tentang kesederhanaan dan juga tentang pembelaan pada umat, pada rakyat.

Sumber : www.sabili.co.id

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HIDAYAT DIDIK - Ayo Beresin Jakarta - Un Official Website - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger